Rabu, 03 Juli 2019

Bab 6 Teori Perilaku Konsumen Pendekatan Kardinal


Konsumen adalah salah satu pengambil keputusan dalam ekonomi yang bertujuan untuk memaksimumkan kepuasan dari berbagai barang/jasa yang dikonsumsi. Kepuasan yang diperoleh konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa terlihat pada tingkat kepuasan subyektif atau nilai guna (ulititi). Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan menjadi dua pendekatan yaitu pendekatan nilai guna (utiliti) kardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Manfaat atau kepuasan konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif dalam pendekatan nilai guna kardinal. Teori kardinal menganggap bahwa kepuasan manusia dalam mengkonsumsi dapat diukur dan membandingkannya dengan konsumsi barang lain yang memberikan kepuasan sama (Moscati 2013).
Akan tetapi, sampai saat masih ada banyak pertentangan apakah konsep kardinal ini tepat untuk menunjukkan perilaku konsumen dalam mengambil keputusan demi memaksimumkan kepuasanya. Hal ini karena banyak yang menganggap bahwa teori kardinal sangat sederhana dalam penggambaran sebuah nilai guna/kepuasan. Teori ordinal dianggap lebih tepat dalam menunjukkan perilaku konsumen dalam mengambil keputusan demi memaksimumkan kepuasan (Bacelli dan Mongin 2016).

  1. Teori Nilai Guna (Utiliti)
            Kepuasan atau kenikmatan konsumen dari mengkonsumsi barang-barang disebut nilai guna atau utiliti (Rahardja dan Manurung 2006). Semakin tinggi kepuasan maka semakin tinggi nilai guna atau utilitinya. Nilai guna dibagi menjadi nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai guna total adalah jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu. Nilai guna marjinal adalah pertambahan atau pengurangan kepuasan akibat dari pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit barang tertentu. Tingkat penggantian marginal yang semakin berkurang ini akan berpengaruh pada bentuk kurva kepuasan sama yaitu analisis perilaku konsumen dengan pendekatan ordinal (Beattie dan LaFrance 2006).
Contoh nilai guna total dari mengkonsumsi 10 roti meliputi seluruh kepuasan yang diperoleh dari memakan semua roti tersebut. Nilai guna marjinal dari roti kesepuluh adalah pertambahan kepuasan yang diperoleh dari memakan roti yang kesepuluh.

  1. Hipotesis Teori Nilai Guna
Tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsi suatu barang akan menjadi sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsi barang tersebut. Hipotesis tersebut dikenal sebagai hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun. Pertambahan yang terus menerus dalam mengkonsumsi suatu barang tidak secara terus-menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsinya. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif. Apabila konsumsi barang tersebut ditambah lagi, maka nilai guna total akan semakin negatif.
Misalnya sesorang memakan semangkok bakso. Kepuasan bertambah tinggi ketika memakan bakso mangkok ke dua dan bertambah tinggi lagi ketika memakan bakso mangkok ketiga. Akan tetapi kepuasan ini tidak berlangsung lama. Pada mangkok ke empat, orang tersebut merasa bahwa yang diminumnya sudah cukup banyak dan memuaskan. Jika ditawarkan mangkok ke lima, orang tersebut akan menolak karena merasa lebih puas memakan empat mangkok bakso dibandingkan memakan enam mangkok bakso. Dengan demikian, pada bakso mangkok ke lima, tambahan nilai guna adalah negatif dan nilai guna total memakan enam mangkok bakso akan lebih rendah dari nilai guna total memakan lima mangkok bakso.
Pada Tabel 1 ditunjukkan nilai guna total dan nilai guna marjinal dari memakan buah apel. Tambahan nilai guna akan menjadi semakin menurun apabila konsumsi terus-menerus. Berdasarkan tabel di atas, nilai guna marjinal positif sampai dengan apel ke tujuh bernilai positif sehingga nilai guna total terus menerus bertambah jumlahnya. Apel ke depalan menunjukkan nilai marjinal yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan paling maksimum adalah ketika memakan apel yang ke tujuh. Tambahan-tambahan apel yang selanjutnya akan mengurangi kepuasan. Kepuasan memakan 8, 9 atau 10 mangga akan lebih rendah daripada memakan 7 mangga.

Tabel 1. Nilai guna total dan nilai guna marjinal dalam angka
Jumlah buah apel yang dimakan
Nilai guna total
Nilai guna marjinal
0
0
-
1
30
30
2
50
20
3
64
14
4
75
11
5
83
8
6
87
4
7
90
3
8
88
-2
9
85
-3
10
80
-5
Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa kurva nilai guna total (total utility / TU) bermula dari titik 0, yang menunjukkan waktu tidak terdapat konsumsi sehingga nilai guna total adalah 0. Awalnya kurva nilai guna total manik, yang manggambarkan jika jumlah konsumsi apel bertambah, nilai guna total bertambah tinggi. Kurva nilai guna total mencapai titik maksimum di apel ke tujuh. Setelah apel ke tujuh, kurva nilai guna total mulai menurun. Sementara itu, kurva nilai guna marjinal (marginal utility / MU) turun dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini menggambarkan hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun. Kurva nilai guna marjina memotong sumbu datar x sesudah jumlah apel yang ke tujuh sehingga nilai guna marjinal adalah negatif (Gambar 2).

Gambar 1. Grafik nilai guna total


Gambar 2. Grafik nilai guna marjinal



  1. Pemaksimuman Nilai Guna
Dalam ekonomi, konsumen akan berusaha untuk memaksimumkan kepuasannya. Dalam mengkonsumsi satu barang, tingkat kepuasan maksimum dicapai ketika nilai guna total mencapai tingkat maksimum. Hal ini memberikan arti bahwa setiap orang adalah pelaku maksimisasi kepuasan yang diharapkan (Tengstam 2012).
Akan tetapi, dalam keadaan dimana mengkonsumsi berbagai macam barang dan harga-harga berbagai macam barang adalah berbeda, syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan memberikan nilai guna yang maksimum adalah setiap rupiah (satuan mata uang) yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya (Sukirno 2014).
Contohnya konsumen mengkonsumsi dua jenis barang yaitu makanan dan pakaian dengan harga makanan sebesar Rp10000 dan pakaian Rp100000. Tambahan satu unit makanan akan memberikan nilai guna marjinal sebanyak 10 dan tambahan satu unit pakaian memberikan nilai guna marjinal sebanyak 100. Jika konsumen memiliki uang sebanyak Rp100000, uang tersebut dapat membeli 10 unit tambahan makanan sehingga nilai guna marjinal yang diperoleh sebesar 10 x 10 = 100. Jika konsumen membeli pakaian, hanya satu unit dan nilai guna marjinalnya sebesar 100. Apapun yang dipilih konsumen, kedua jenis barang tersebut memberikan nilai guna marjinal yang sama besar. Dengan demikian:
  • Seseorang akan memaksimumkan nilia guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya apabila perbandingan nilai guna marjinal berbagai barang yang dikonsumsi tersebut adalah sama dengan perbandingan harga barang-barang tersebut. Contohnya perbandingan harga makanan dan pakaian adalah 10000:100000 atau 1:10 sama dengan perbandingan nilai guna marjinalnya yaitu 10:100 atau 1:10.
  • Seseorang akan memaksimumkan nilai guna dari barang-barang yang dikonsumsikannya apabila nilai guna marjinal untuk setiap rupiah (satuan mata uang) yang dikeluarkan adalah sama untuk setiap barang yang dikonsumsikan. Contohnya nilai guna marjinal per harga dari tambahan makanan adalah 10/10000 = 1/1000. Nilai guna marjinal per harga dari tambahan pakaian adalah 100/100000 = 1/1000.

Syarat pemaksimuman nilai guna adalah sebagai berikut:
MU barang A = MU barang B = MU barang C
PA                    PB                    PC
Keterangan:
MU adalah nilai guna marjinal
P adalah harga barang yang dikonsumsi
  1. Teori Nilai Guna dan Teori Permintaan
Sifat permintaan dapat diterangkan dengan menggunakan teori nilai guna. Ada dua faktor yang menyebabkan permintaan suatu barang berubah apabila harga barang itu mengalami perubahan, yaitu efek penggantian dan efek pendapatan (Snyder dan Nicholson 2008).

Efek Penggantian
            Perilaku konsumen menggambarkan bahwa maksimisasi kepuasan dengan mengalokasikan anggaran antara konsumsi dua barang yang tetap menjaga kepuasan tetap sama. Hal ini menunjukkan bawa jumlah barang yang dikonsumsi akan berubah ketika terjadi perubahan harga. Perubahan harga sebuah barang menyebabkan perubahan terhadap permintaan barang lain. Konsumen yang rasional akan membeli banyak barang yang harganya lebih rendah dan begitu pula sebaliknya (Leung et al. 2014).
Perubahan harga suatu barang akan mengubah nilai guna marjinal per harga barang dari barang yang mengalami kenaikan tersebut. Jika harga mengalami kenaikan, nilai guna marjinal per harga akan menjadi semakin rendah. Misalkan harga barang B bertambah tinggi maka MU barang B/PB  akan menjadi lebih kecil dari nilai awal. Jika dibandingkan dengan harga barang-barang lainnya yang tidak mengalami perubahan (harga barang A tetap), maka dapat dilihat keadaanya yaitu:

MU barang A   >   MU barang B
PA                       PB                   

Nilai guna barang A akan bertambah tinggi jika konsumen memilih membeli lebih banyak barang A dan mengurangi pembelian barang B. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika harga naik, permintaan terhadap barang B yang mengalami kenaikan harga akan menjadi semakin sedikit. Begitu pula dengan keadaan harga suatu barang mengalami penurunan. Penurunan harga mengakibatkan barang tersebut memiliki nilai guna marjinal per harga yang lebih tinggi daripada nilai guna marjinal per harga dari barang-barang lainnya yang harganya tetap. Oleh karena itu, pembelian barang tersebut akan memaksimumkan nilai guna sehingga permintaan barang menjadi bertambah banyak apabila harganya bertambah.

Efek Pendapatan
            Kenaikan harga menyebakan pendapatan riil menjadi semakin sedikit jika pendapatan tidak mengalami perubahan. Kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Oleh karena itu, kenaikan harga menyebabkan konsumen mengurangi berbagai jumlah barang yang dikonsumsinya, termasuk jumlah barang yang mengalami kenaika harga. Begitu pula jika harga suatu barang mengalami penurunan. Penurunan harga menyebakan pendapatan riil menjadi semakin besar jika pendapatan tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, efek perubahan harga kepada pendapatan ini disebut sebagai efek pendapatan.

Membentuk Kurva Permintaan
            Kurva permintaan dapat diterangkan melalui teori nilai guna. Misalkan konsumen mengkonsumsi hanya dua jenis barang, yaitu makanan dan pakaian.
MU barang m   =   MU barang p
Pm                      Pp       
  
Pada kondisi keseimbangan awal, harga makanan adalah Rp10000 dengan jumlah unit makanan yang dibeli sebesar 10 unit. Diasumsikan seterusnya harga pakaian tetap, sedangkan harga makanan turun menjadi Rp5000.
MU barang m   >   MU barang p
5000                   Pp       
  
Konsumen akan menambah konsumsi makanan menjadi 15 unit sehingga keseimbangan dapat tercapai. Kemudian harga makanan naik menjadi Rp15000 sedangkan harga pakaian tetap.
MU barang m   <   MU barang m
15000                     10000

Perubahan tersebut menyebabkan:
MU barang m   <   MU barang p
15000                 Pp                   

Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan konsumen mengurangi kuantitas makanan yang dibelinya dan mencapai keseimbangan ketika membeli 5 unit makanan. Kesimpulan contoh kasus diatas yaitu pada harga Rp15000 sebanyak 5 unit akan dibeli. Pada harga Rp10000 sebanyak 10 unit akan dibeli. Pada harga Rp5000 sebanyak 5 unit akan dibeli. Berdasarkan kesimpulan di atas, diperoleh kurva permintaan yang menunjukkan sifat permintaan, yaitu ketika harga naik maka jumlah barang yang diminta meningkat. Kurva permintaan makanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Permintaan konsumen terhadap makanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar